Sejak berabad lamanya dan bahkan hingga saat detik ini, kapur barus dimanfaatkan oleh seluruh dunia sebagai wewangian hingga obat-obatan. Indonesia boleh berbangga hati karena salah satu wilayah di Sumatera Utara, merupakan primadona penghasil komoditi tersebut.
Daerah yang dimaksud adalah Barus, sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Meskipun tak seterkenal Medan ataupun Danau Toba, Barus begitu istimewa karena dipadati sejarah dan jejak peradaban.
Bisa jadi, Barus merupakan satu-satunya kota kecil di Tanah Air yang namanya telah disebut sejak awal abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.
Kapal-kapal asing berlabuh di sana ribuan tahun yang lalu. Barus pernah diklaim sebagai kota pelabuhan terbesar se-Nusantara. Pada 627-643 Masehi, pedagang dari Timur Tengah berdatangan untuk memburu pohon kapur barus. Sejak itulah Barus dipercaya sebagai pintu masuk agama islam di Indonesia. Barus kemudian tersohor dan menggoda pedagang lain dari Srilanka, Yaman, Inggris dan Spanyol untuk datang.
Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa Dinasti Syailendra pernah menaklukan Barus. Juga yang tak kalah menarik, petualang legendaris Marcopolo dan sejarawan muslim Ibu Batutah, dikabarkan pernah singgahi Barus.
Barus merangkum masa lalu lewat situs-situs yang kini masih tertata rapi. Makam-makam tua bercorak islam seperti Makam Mahligai, situs purbakala Tuanku Pinago dan situs Makam Tuanku Kinali adalah beberapa saksi bisu yang bisa dijumpai. Pulau Karang di seberang pesisir Barus juga menyimpan sebuah situs namun Anda harus melewati semak belukar untuk mencapainya.
Dari sekian banyak situs, Makam Papan Tenggi adalah yang paling sering dikunjungi wisatawan. Makam ini begitu indah, lantaran terletak di ketinggian 153 m dpl dan dilatari perairan Samudra Indonesia. Di sini, terdapat makam istimewa yang memiliki panjang 9 meter dengan nisan setinggi 1,5 meter.
Didukung kekayaan sejarah, alam yang subur dan keramahan penduduk lokal, pecinta sejarah dan para arkeologi Islam akan menemukan surganya di sini. Banyak hal yang bisa dinikmati dan diteliti. Berpetualang dari satu situs ke situs lain akan memperkaya wawasan Anda.
Barus pun memiliki pesisir pantai yang dipagari pohon kelapa, tepatnya di Desa Lobu Tua, Kecamatan Andam Dewi. Cobalah eksplor daerah ini, Anda akan menemukan lubang seluar 4 meter yang konon memuat banyak benda kuno seperti piring, teko dan emas. Peninggalan itu diyakini berasal dari peradaban Lobu Tua.
Hatupet atau katupe merupakan kuliner sejenis ketupat khas Barus. Jika umumnya ketupat menggunakan beras maka hatupet dibuat dari beras ketan merah.
Pilihan lain adalah kue-kue unik seperti pohul-pohul khas Batak, lapek bainti maupun putu mayang.
Sambil menatap Matahari terbenam di pesisir Pantai Barus, Anda juga bisa menyicipi kopi khas Barus. Memang, kopi ini tidak terlalu terkenal dibanding Kopi Sidikalang ataupun Kopi Mandailing. Padahal ribuan tahun lalu, Kopi Barus merupakan komoditi asli Tapanuli Tengah yang sangat laris.
Kabupaten Tapanuli Tengah dapat diakses melalui jalur darat dan udara. Dari Medan, Bandara Kualanamu tersedia penerbangan setiap hari ke Bandara Pinangsori Sibolga dengan maskapai Wings Air. Estimasi waktu tempuh sekira 30 menit
Dari Sibolga, Anda membutuhkan waktu 2 jam lagi menuju Barus, bisa menggunakan kendaraan pribadi, mobil sewaan ataupun bus umum. Apabila Anda tidak masalah dengan jalur darat maka ada mobil travel yang memiliki rute Medan-Barus. Daerah yang dilewati adalah Kabanjahe, Doloksanggul, Pakkar dan Baru. Lama perjalanan memakan waktu 8 jam.
Barus : Pintu Masuk Islam di Indonesia
Reviewed by Fachri Ramadhan
on
10:54:00
Rating: